BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan
hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki pelestarian
perkembangan dan penyebaran yang kompleks.Sejak dari masa pra-kodifikasi, zaman
Nabi, Sahabat, dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.
Perkembangan
hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi
untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan
tercampurnya nash al-Qur'an dengan hadits. Selain itu, juga disebabkan fokus
Nabi pada para sahabat yang bisa menulis untuk menulis al-Qur'an.Larangan
tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi'in Besar. Bahkan Khalifah Umar ibn
Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu juga dengan Khalifah yang
lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits secara resmi dimulai pada masa
pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari
naik-turunnya perkembangan hadits, tak dapat dinafikan bahwa pelestarian
perkembangan hadits memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah peradaban
Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelestarian perkembangan hadits pada Masa Rasulullah?
2. Bagaimana pelestarian perkembangan hadits pada Masa Khulafa'
al-Rasyidin?
3. Bagaimana pelestarian perkembangan hadits pada Masa Tabi'in?
BAB II
PEMBAHASAN
Ada suatu keistimewaan
pada masa ini yang membedakan-nya dengan masa lainnya.
Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis
dari Rasul SAW sebagai 'sumber hadis. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada
jarak atau hijab yang dapat menghambat atau
mempersulit pertemuannya.
Allah menurunkan al-Quran
dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisah-pisahkan,
dan apa-apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu.Allah
berfirman dalam menggambarkan kondisi utusan-Nya tersebut.
Artinya : tiadalah yang
diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang dwahyukan (kepadanya). (QS Al-Najm (53): 3-4)
Oleh karena itu,
tempat-tempat pertemuan di antara kedua belah pihak sangatlah
terbuka dalam banyak kesempatan. Ternpat yang biasa digunakan
Rasul SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya
sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim
(berada di rumah).
Melalui tempat-tempat
tersebut Rasul SAW menyampai-kan hadis, yang terkadang
disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para
sahabat (melalui musyafahah), dan terkadang melalui perbuatan
serta taqrirnya yang disaksikannya oleh mereka (melalui musydhadah).
Menurut riwayat Bukhari,
Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk tidak
melahirkan rasa jenuh di kalangan sahabat, Rasul SAW menyampaikan
hadisnya dengan berbagai cara, se-hingga membuat para
sahabat selalu ingin mengikuti pengaji-annya.
Ada beberapa cara Rasul
SAW menyampaikan hadis ke-pada para sahabat, yaitu:
1.
melalui para jama'ah pada
pusat pembinaannya yang disebut majlis
al-'Ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang
untuk menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk
selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan
ajaran yang diberikan oleh Nabi SAW.Para sahabat begitu antusias untuk tetap
bisa mengikuti kegiatan di majlis ini, ini
ditunjukkannya dengan banyak upaya. Terkadang di antara mereka
bergantian hadir, seperti yang dilaku-kan oleh Umar ibn Khattab.
la sewaktu-waktu bergantian hadir dengan Ibnu Zaid (dari bani Umayah) untuk
menghadiri majlis ini, ketika ia
berhalangan hadir. la berkata: "Kalau hari ini aku yang turun atau pergi, pada hari lainnya ia yang pergi, demikian aku
melakukannya." Terkadang kepala-kepala suku yang jauh dari Madinah
mengirim utusannya ke majlis ini, untuk kemudi-an mengajarkannya kepada
suku mereka sekembalinya dari sini.
2.
dalam banyak kesempatan
Rasul SAW juga me-nyampaikan hadisnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemu-dian disampaikannya kepada
orang lain. Hal ini karena terka-dang ketika ia mewiirudkan hadis, para sahabat
yang hadir hanya beberapa orang saja, baik
karena disengaja oleh Rasul SAW
sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu
orang, seperti hadis-hadis yang
ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-'Ash.Untuk hal-hal yang sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama
yang menyang-kut hubungan suami
isteri), ia sampaikan melalui istri-istrinya. Begitu juga sikap para sahabat,
jika ada hal-hal yang berkaitan dengan
soal di atas, karena segan bertanya kepada Rasul SAW, seringkali ditanyakan melalui istri-istrinya.
3.
cara lain yang dilakukan
Rasul SAW adalah melalui ceramah atau pidato
di tempat terbuka, seperti ketika haji wada' danfutuh Makkah.
Di antara para sahabat
tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang
memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal
ini tergantung kepada beberapa hal yaitu
1.
perbedaan mereka dalam
soal kesempatan bersama Rasul SAW.
2.
perbedaan mereka dalam
soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.
3.
perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW.
Ada beberapa orang
sahabat yang tercatat sebagai sahabatyang banyak menerima
hadis dari Rasul SAW dengan beberapapenyebabnya. Mereka itu
antara lain:
Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sdbiqun
Al-Awwaliin (yang mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar,
Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib dan Ibn Mas'ud.
Mereka banyak menerima hadis dari Rasul SAW,
karena lebih awal masuk Islam dari sahabat-sahabat lainnya.
Ummahdt Al-Mukminin (istri-istri Rasul SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah.Mereka secara pribadi
lebih dekat dengan Rasul SAW daripada
sahabat-sahabat lainnya.Hadis-hadis
yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal-soal keluarga dan pergaulan suami istri.
Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan
Rasul SAW juga menuliskan hadis-hadis yang diterimanya, seperti Abdullah Amr ibn Al-'Ash.Sahabat
yang meskipun tidak lama bersama Rasul SAW, akan tetapi banyak bertanya kepada
para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh,
seperti Abu Hurairah.
Para sahabat yang secara
sungguh-sungguh mengikuti majlis Rasul SAW banyak bertanya kepada sahabat
lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya Rasul SAW, seperti Abdullah ibn Umar, Anas ibn
Malik dan Abdullah ibn Abbas[1].
Lantaran inilah masruq
berkata,” saya banyak berada semajelis dengan para sahabat. Maka ada diantara
mereka yang saya dapati ibarat kolam kecil, hanya mencukupi buat minum seorang,
ada yang mencukupi buat dua orang dan ada yang tidak kering-kering airnya,
walaupun terus menerus diminum oleh penduduk bumi ini[2].
B.
MASA KHULAFA RASYIDIN
Periode kedua sejarah perkembangan
hadis, adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafd' Al-Rasyidin (Abu Bakar,
Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung
sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa
sahabat besar.
Karena pada
masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran
al-Quran, maka periwa-yatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya
ber-usaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama anggap
sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan Periwayatan (al-tasabbut wa
al-iqlal min al-riwayah).
a.
menjaga pesan
Rasulullah SAW.
Pada masa menjelang akhir kerasulannya,
rasulullah SAW berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada
AL-Qur’an dan Hadist serta mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabdanya :
Artinya : telah
aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah
(Al-Qur’an) dan Sunnahku ( al- hadist ).
Artinya : samapaikanlah daripadaku, walaupun hanya seayat.
b.
Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima
Hadis
Perhatian para
sahabat pada masa ini terutama sekali terfo-kus pada usaha memelihara dan
menyebarkan al-Quran.Ini ter-lihat bagaimana al-Quran dibukukan pada masa Abu
Bakar atas saran Umar ibn Khattab.Usaha pembukuan ini diulang juga pada masa
Usman ibn Affan, sehingga melahirkan Mushaf Usmani-Satu disimpan di Madinah
yang dinamai mushaf al-lmam, dan yang empat lagi masing-masing disimpan di
Makkah, Bashrah, Syiria dan Kufah.Sikap memusatkan perhatian terhadap al-Quran
tidak berarti mereka lalai dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Mereka
memegang hadis seperti halnya yang diterimanya dari Rasul SAW secara utuh
ketika ia masih hidup. Akan tetapi dalam meriwayatkan mereka sangat
berhati-hati dan membatasi diri.
Kehati-hatian
dan usaha membatasi periwayatan yang di-lakukan para sahabat, disebabkan karena
mereka khawatir terjadinya kekeliruan, yang padahal mereka sadari bahwa hadis
merupakan sumber tasyri' setelah al-Quran, yang harus terjaga dari
kekeliruannya sebagaimana al-Quran.Oleh karenanya, para sahabat khususnya
khulafa' al-rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan AH) dan sahabat lainnya,
seperti Al-Zubaif, Ibn Abbas dan Abu Ubaidah berusaha memperketat periwayatan
dan penerimaan hadis.
Dapat
disimpulkan , bahwa pada masa ini belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun
hadis dalam suatu kitab, seperti halnya al-Quran. Hal ini disebabkan agar tidak
memaling-kan perhatian atau kekhususan mereka (umat Islam) dalam mempelajari
al-Quran. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadis dari
Rasul SAW sudah tersebar ke berba-gai daerah kekuasaan Islam, dengan
kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi
seperti ini, ada kesulitan mengumpulkan mereka secara leng-kap.Pertimbangan
lainnya, bahwa soal membukukan hadis, di ka-langan para sahabat sendiri terjadi
perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz, dan
kesahihannya [3].
c.
Hadist di masa Abu Bakar dan ‘Umar.
Para sahabat
sesudah Rasul wafat tidak lagi berdiam di kota madinah. Maka penduduk kota-kota
lain pun mulai menerima hadist.Para tabi’in mempelajari hadist dari para
sahabat Dengan demikian mulailah berkembang riwayat dalam kalangan tabi'in.
Dalam pada itu,
riwayat hadits di permulaan masa sahabat itu, masih terbatas sekali.Disampaikan
kepada yang memerlukan saja dan bila pcrlu saja, belum bersifat pelajaran.
Perkembangan
hadits dan membanyakkan riwayatnya, terjadi scsudah masa Abu Bakr dan 'Umar,
yaitu masa 'Utsman dan 'Ali.
Dalam masa
khalifah-khalifah Abu Bakr dan 'Umar, periwayatan hadits belum lagi
diluaskan.Beliau-beliau ini mengerahkan minat ummat (sahabat) untuk menyebarkan
Al Qur'an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima
riwayat-riwayat itu.
d.
Sebab-sebab
pada masa Abu Bakr dan 'Umar hadits tidak tersebar dengan pesat.
Dengan
tegas-tegas sejarah menerangkan bahwa 'Umar diketika memegang tampuk
kekhalifahan meminta dengan keras supaya para sahabat menyelidiki
riwayat.Beliau tidak membenarkan orang membanyakkan periwayatan hadits.Diketika
mengutus perutusan ke Iraq, beliau mewasial-kan supaya utusan-utusan itu
mengembangkan Al Qur'an dan mengembangkan kebagusan tajwidnya, serta mencegah
mereka membanyakkan riwayat.
Diterangkan
bahwa, pernah orang bertanya kepada Abu Hurairah apakah dia banyak meriwayatkan
hadits di masa 'Umar. Abu Hurairah menjawab : "Sekiranya saya
membanyakkan, tentulah 'Umar afcan mencambuk saya dengan cambuknya".'
Satu soal yang
harus kita bahas dengan seksama ialah soal 'Umar mencegah penyebaran
hadits.Apakah 'Umar pernah memenjarakan bebcrapa orang sahabat lanlaran
membanyakkan riwayat?
Ada didakwa
oleh sebagian ahli sejarah hadits, bahwa 'Umar pernah memenjarakan Ibnu Mas'ud,
Abu Darda' dan Abu Dzar lantaran membanyakkan riwayat hadits.
Riwayat ini
sebenarnya tidak didapati di dalam sesuatu kitab yang mu'tabar dan tanda
kepalsuan pun nampak.
Ibnu Mas'ud
seorang yang terhadulu masuk Islam dan seorang yang dihormati 'Umar.Dan sudah
dimaklumi bahwa dalam urusan hukum, diperlukan hadits-hadits.Mengenai Abu
Darda' dan Abu Dzar, sejarah tidak memasukkan beliau ke dalam golongan orang
yang membanyakkan riwayat.Abu Darda1 diakui menjadi guru di Syria, sedangkan
Ibnu Mas'ud menjadi guru di Iraq. Ibnu Hazm telah menegaskan bahwa riwayat
'Umar memenjarakan tiga shahaby besar itu, dusta.
e.
Hadits di masa
Utsman dan 'Ali
Di ketika
kendali pemerintahan dipegang oleh 'Utsman r.a. dan dibuka pintu perlawatan
kepada para sahabat serta ummat mulai mcmcrlukan sahabat, istimewa
sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadits
dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat untuk
mencari hadits.
C.
MASA SAHABAT
KECIL DAN TABI’IN BESAR
a. Masa berkembang dan meluas periwayatan hadits
Sesudah masa 'Utsman dan 'Ali timbullah usaha yang lebih
serius untuk mencari dan menghafal hadits serta
menyebarkannya ke dalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-pcrlawatan untuk mencari hadits.
Pada tahun 17 H tentara Islam mengalahkan Syria dan
Iraq.Pada tahun 20 H mengalahkan Mesir.Pada tahun 21 H mengalahkan Persia.Pada
tahun 56 H tentara Islam sampai di Samarkand.Pada
tahun 93 H tentara Islam menaklukkan Spanyol.
Para sahabat berpindah ke tempat-tempat itu.Karenanya
kola-kola itu merupakan perguruan
tempat mengajarkan Al Qur'an dan Al Hadits, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi'in hadits.
b. Lawatan para sahabat untuk mencari hadits
Menurut riwayat Al Bukhary, Ahmad, Ath Thabarany dan Al
Baihaqy, Jabir pernah
pergi ke Syam, melakukan perlawatan sebulan lamanya, untuk menanyakan sebuah hadits yang belum pernah
didengarnya, pada seseorang shahaby yang tinggal di Syam, yaitu Abdullah ibn Unais Al Anshary.
Hadils yang dimaksudkan oleh Jabir ilu, ialah sabda Nabi SAW. :
"Manusia dikumpulkan pada hari kiamat, telarijang
tidak berkain, henvama hitatn.Kami berkata, (demikian kata sahabat) mengapa mereka demikian?
Nabi menjawab: tak
ada beserta mereka sesuatu. Mereka diseru oleh sesuatu seruan yang didengar oleh orang yang jauh sebagai
yang didengar oleh orang yang dekat. Seruan itu ialah Aku raja, Aku Tuhan yang akan
memberi pembalasan. Tidak seyogyianya bagi seseorang dari ahli neraka akan masuk ke neraka,
sedang adapadanya hak
seseorang yang dianiaya sehingga aku tuntut penganiayaan itu daripadanya. Dan tidak seyogyanya bagi
seseorang ahli syurga akan masuk ke dalam syurga padahal ada seseorang ahli neraka yang
menuntut haknya yang dianiaya olehnya, sehingga Aku tuntut bela terhadapnya, walau sebuah
tamparan. Kami berkata, betapa kami datang kepada Allah dalam keadaan telanjang tidak berpakaian dan berwarna hitamjawab Nabi:
dengan kebajikan dan kejahatan ".
Abul Aiyub Al Anshary pernah pergi ke Mesir untuk menemui
untuk menanyakan sebuah hadits kepadanya[4]
Dengan
masuknya hadits ke dalam phase ini, mulailah dia disebarkan dan mulailah
perhatian diberikan terhadapnya dengan sempurna. Memang mulailah diberikan perhatian yang sempurna kepada para sahabat olch
para tabi'in. Para tabi'in berusaha
menjumpai para sahabat ke tempal-tempat yang jauh dan memindahkan
hafalan mereka sebelum mereka berpulang ke Ar Rafiqul
Ala. Kunjungan seseorang shahaby ke sebuah kota, sungguh menarik perhatian
para tabi'in. Mereka, sebaik mengetahui kedatangan seseorang shahaby, berhimpun
di sekitarnya untuk menerima hadits yang ada pada shahaby itu.
c. Sahabat-sahabat yang mendapat julukan "bendaharawan hadits"
Dalam phase ini terkenallah beberapa orang sahabat
dengan julukan "bendaharawan hadits", yakni orang-orang yang riwayatnya lebih
dari 1000 hadits.
Mereka memperoleh riwayat-riwayat yang banyak itu karena:
1.
Yang paling
awal masuk Islam, seperti: Khulafa Rasyidin dan Abdullah ibn Mas'ud.
2.
Terus menerus mendampingi Nabi dan kuat hafalan, seperti: Abu Hurairah.
3.
Menerima
riwayat dari setengah sahabat selain mendengar dari Nabi dan panjang pula umurnya, seperti: Anas ibn Malik, walaupun beliaumasuk Islam sesudah Nabi menetap di Madinah.
4.
Lama menyertai
Nabi dan mengetahui keadaan-keadaan Nabi.
5.
karena bergaul rapat dengan Nabi, seperti: isteri-isteri beliau 'Aisyah dan Ummu Salamah.
6.
Berusaha mencatatkannya seperti: Abdullah ibn Amer ibn 'Ash.
Di antara sahabat yang membanyakkan riwayat, ialah:
a. Abu Hurairah.
Beliau ini seorang yarig banyak sekali menghafal hadits
dari Nabi dan
bersungguh-sungguh berusaha mengembangkannya di kalangan ummat, sesudah 'Umar r.a. wafat.Karena itu, Abu
Hurairah menjadi seorang perawi shahaby yang
paling banyak meriwayatkan
hadits.
Menurut keterangan Ibnu Jauzy dalam Talqih Fuhumi Ahtol
Atsar, bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sejumlah 5347 buah.Menurut hitungan Al Kirmany 5364 buah. (Dalam Musnad Ahmad terdapat 3848
buah)
b. 'Aisyah, isteri Rasul.
c. Anas ibn Malik.
d. Abdullah
ibn Abbas.
e. Abdullah
ibn'Umar.
f.
JabiribnAbdillah.
g. Abu Sa'id al
Khudry.
h.
IbnuMas'ud.
i. Abdullah ibn Amer ibn'Ash
Abdullah ibn Abbas bersungguh-sungguh benar menanyakan
haditskepada para sahabat, lalu mengembangkannya.Di kala pemalsuan hadits mulai tumbuh, barulah Ibn Abbas menyedikitkan
riwayatnya. Menurut
perhitungan sebagian ahli hadits para sahabat penghal'al hadits yang paling banyak haf'alannya sesudah Abu
Hurairah, ialah:
d. Tokoh-tokoh hadits dalam kalangan tabi'in
Di antara tokoh-tokoh tabi'in yang masyhur dalam bidang
riwayat:
a. Di Madinah.
Said (93), 'Urwah (94), Abu Bakr ibn Abdu Rahman ibn Al
Harits ibn Hisyam (94), Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al Qasim
ibn Muhammad ibn Abu Bakr, NaiT, Az Zuhry, Abul Zinad, Kharijah ibnAbu Salamah ibn Abdir Rih«an ibn Auf.
b. DiMakkah.
Ikrimah, Atha
ibn Abi Rabah, Abul Zubair,, Muhammad ibn Muslim.
c. DiKufah.
Asy Sya'by, Ibrahim An Nakha'y, 'Alqamah An Nakha'y
d. Di Bashrah.Al Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah
e. Di Syam.
'Umar ibn Abdil Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka'bul
Akbar.
f. Di Mesir.
Abul Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny, Yazid ibn Habib.
g.
Di Yaman.
Thaus
ibn Kaisan Al Yamany, Wahab ibn Munabbih (110).
KESIMPULAN
Perkembangan hadits pada masa Rasulullah bercorak antar lisan dan mengalami pelarangan penulisan dengan alasan di antaranya; khawatir tercampur dengan al-Qur'an.
Pada masa Khulafa' al-Rasyidin, hadits mengalami pasang surut
dengan adanya pembatasan periwayatan pada masa Khalifah Abu Bakar – Umar r.a
dan perluasan periwayatan pada masa Khalifah Utsman – Ali r.a
Pada masa tabi'in, hadits lebih banyak diriwayatkan oleh
perawi.Namun, pada masa itu, banyak bermunculan hadits-hadits palsu yang
bernuansa kepentingan politik golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Munzier Suparta M. A, Ilmu Hadist, (Jakarta : P.T
Rajagrafindo Persada . 2001)
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejaraah dan pengantar
ilmu hadist(Semarang : PT Pustaka Riski Putra, cetakan
keempat, 1999)
[1]Drs. Munzier Suparta M. A, Ilmu Hadist, (Jakarta : P.T
Rajagrafindo Persada . 2001) halaman : 74
[2]Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejaraah dan pengantar ilmu hadist(Semarang
: PT Pustaka Riski Putra, cetakan keempat, 1999) halaman : 32.
[3]Drs. Munzier Suparta M. A, Ilmu Hadist, (Jakarta : P.T
Rajagrafindo Persada . 2001) halaman : 82.
[4]Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejaraah dan pengantar ilmu hadist(Semarang
: PT Pustaka Riski Putra, cetakan keempat, 1999) halaman : 51