PENDIDIKAN KEPRIBADIAN
DAN
PENDIDIKAN AKHLAK
Makalah
Ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits
Dosen
pengampu: Hindun Anisah, M.A.
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
Disusun
oleh
Nama : Ana Fuadah
Nim : 213016
Kelas : A1
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH SEMESTER 2
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga
makalah dengan judul “Pendidikan Kepribadian Dan Pendidikan Akhlak” dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Hadits semester 2 UNISNU Jepara 2013.
Dalam kesempatan ini saya ingin
menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya atas bantuan, dukungan, saran,
kritik serta bimbingan, kepada ibu dosen selaku pembimbing dan teman-teman yang
telah memberikan masukan pada makalah ini, dan tidak lupa pada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini yang tidak dapat disebut namanya
satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa masih
banyak kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan, literature dan lain sebagainya, oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, semoga apa yang telah kita pelajari dari makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin...
Jepara,14
Juni 2014
Penyusun
Ana Fuadah
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ iii
A. Latar Belakang.................................................................................... iii
B.
Tujuan................................................................................................. iii
C.
Manfaat .............................................................................................. iv
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................. 1
A.
Pendidikan
Kepribadian...................................................................... 1
B.
Pendidikan
Akhlak.............................................................................. 9
BAB
III PENUTUP...................................................................................... iv
A. Kesimpulan......................................................................................... iv
B. Saran ................................................................................................... v
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam
sangat menjunjung
tinggi pentingnya etika, moral, dan akhlak mulia pada pribadi manusia.
Kepribadian yang baik, dengan segala macam bentuk dan warnanya, sangat kita
perlukan di setiap tempat dan waktu: dalam hubungan kita dengan Allah. Dengan
hubungan kita kepada diri kita, dan dalam hubungan kita dengan masyarakat. Kita
semua mempunyai akhlak dan perilaku yang baik di dalam hidup, dan memperoleh
ganjaran yang baik di akhirat kelak.
Adapun pertanyaan bagaimana kita menerapkan perangai dan
tingkah laku yang baik di dalam kehidupan kita, maka jawabanya adalah bahwa
yang menjadi landasan kita dalam hal ini adalah akal (hikmah), yaitu dengan
menggunakannya pada jalan yang benar; kemudian agama yaitu dengan berpegang
teguh kepada ajaran-ajarannya; dan juga akhlak dan kesopanan.
B.
Tujuan
·
Untuk
mengetahui bentuk pendidikan kepribadian dan pendidikan akhlak
·
Untuk menyusun
dan mengembangkan pendidikan kepribadian dan pendidikan akhlak
C.
Manfaat
Supaya
peserta dapat mengetahui bagaimana bentuk pendidikan kepribadian dan pendidikan
akhlak. Dan dapat memahami pendidikan kepribadian dan akhlak.
Bagaimana
penerapannya dalam masyarakat dan dalam diri sendiri. Untuk mendapat
pengetahuan lebih dalam dan juga dapat menerapkan lebih baik
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Kepribadian
1. Pengertian pendidikan kepribadian
Pendidikan
adalah suatu kegiatan yang di dalamnya terdapat metode- metode pengajaran dan
pengembangan segala aspek yang dimiliki oleh seseorang.
Sedangkan
pengertian kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang
stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkahlaku psikologik
(berfikir, mersas dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan
tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan
tekanan biologis saat itu. Karakteristik itulah yang membedakan antara individu
yang satu dengan lainya.
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kepribadian adalah usaha yang dilakukan
oleh seseorang untuk melatih dan mendidik kepribadian, atau karakter seseorang[1].
2. Ciri-ciri
Kepribadian yang teguh
Al-Faqih
Abu Laits berkata: “Tanda pibadi yang teguh adalah bila ia memelihara 10 hal,
dengan mewajibkannya atas dirinya[2];
1)
Memelihara lidah dari menggunjing orang
lain, karena firman Allah SWT:
وَلاَ يَغْضَبْ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا
“Dan janganlah sebagian
kamu menggunjing orang lain.”
2)
Menjauhi buruk sangka, karena Nabi SAW
bersabda:
إِيَّا كُمْ وَسُوْءَ الظَّنِّ
فَإِنَّهُ إَكْذَ بَ الْحَدِيْثِ
“Hindarilah olehmu
berburuk sangka, karena berburuk sangka adalah ucapan yang paling dusta.”
3)
Menjauhkan
diri dari memperolok-olokkan orang lain, karena firman Allah SWT:
لاَ يَسَْخَرْ قَوْهٌ مِنْ قَوْمٍ عَسى إَنْ
يَكُوْنُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ
“Janganlah suatu kaum
memperolok-olokkan kaum lain, (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan).”
4)
Menahan pandangan dari hal-hal yang
diharamkan, karena firman Allah SWT:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ إَبْصَارِهِمْ
“Katakanlah kepada
orang laki-laki yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya.”
5)
Kejujuran lidah, karena firman Allah
SWT:
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِ لُوْا
“Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil.”
6)
Menafkahkan harta pada jalan Allah,
karena firman Allah SWT:
إَنْفِقُوْا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”
7)
Jangan boros, karena firman Allah SWT:
وَلاَ ُتَبَذِّ رْ تَبْذِ يْراً
”Dan janganlah kamu
hambur-hamburkan hartamu secara boros.”
8)
Janganlah ingin diunggul-unggulkan
maupun dibesarkan dirinya, karena firman Allah SWT:
تِلْكَ الدَّ رُ اْلاَ خِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ
يُرِيْدُ وْنَ عُلُوًّا فِي اْلاَ رْضِ وَلاَ فَسَا دًا وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِيْنَ
“Negeri akhirat itu,
Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang
yang bertakwa.”
9)
Memelihara shalat lima waktu, karena
firman Allah SWT:
حاَ فِضُوْا عَلَى
الصَّلَوتِ وَالصَّلوةِ الْوُسْطَى وَقُوْمُوْا لِلّهِ قَانِتِيْنَ
“Peliharalah semua
shalat (mu), dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyu’.”
10) Teguh hati dalam menganut Aswaja,
karena firman Allah SWT:
وَإَِنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ
وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُِلُ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ
“Dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia; janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan yang
itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.”
3. Metode meraih pribadi yang baik
a.
Mementingkan pendidikan rohani
Allah SWT telah menciptakan malaikat sebagai makhluk
yang hanya berdimensikan rohani, dan binatang sebagai makhluk yang hanya
berdimensikan materi. Akan tetapi, Allai SWT menciptakan manusia sebagai
makhluk yang berdimensikan rohani dan materi.
Malaikat adalah makhluk yang tidak mungkin berbuat
maksiat kepada Allah SWT dan senantiasa melaksanakan apa yang
diperintahkan-Nya. Adapun binatang adalah makhluk yang berwatakan materi,
walaupun dia mempunyai roh yang merupakan sumber hidup baginya dan juga rasa
sampai tingkat tertentu. Sedangkan manusia, Allah telah menciptakannya dengan
susunan yang memungkinkannya menerima ujian di alam dunia. Allah SWT telah
menjadikannya dengan perpaduan antara sisi rohani dan sisi materi.
Sebagaimana dituntut menaruh perhatian terhadap sisi
materinya, supaya ia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnyah, ia juga
dituntut menaruh perhatian terhadap sisi rohaninya, supaya dari satu sisi
tercipta Keseimbangan, tidak terlalu condong kepada sisi materi, dan dari sisi
lain supaya ia mempunyai hubungan dengan Allah SWT dan berpegang teguh kepada
ajaran-ajaran-Nya.
Sisi rohani mempunyai peranan penting di dalam
pendidikan jiwa. Oleh karena itu, kita mendapati bahwa orang yang mempunyai
hubungan yang dekat dengan Allah SWT jarang tertimpa kelainan jiwa. Sedangkan
orang mempunyai hubungan yang lemah dengan-Nya, atau yang sama sekali tidak
mempunyai hubungan dengan-Nya, seperti orang ateis, banyak yang tertimpa
kelainan jiwa dengan berbagai akibat yang menyertainya. Bahkan lebih jauh lagi,
sisi rohani akan memantulkan pengaruh-pengaruhnya pada raga manusia, dan
menjadikannya orang yang sehat, bersemangat, dan aktif.
b.
Menghitung diri dan mengawasi segala perbuatan
Saw bersabda: "bukan dari kalangan kami orang
yang tidak Rasulullah menghitung dirinya setiap hari dan malam." Sebagai
manusia kita sangat mungkin berbuat dosa dan kekhilafan di dalam hidup ini,
dengan senantiasa mengawasi Perbuatan kita dan menghitung diri kita, kita dapat
menyucikan diri terus melangkah maju, menjauhi segala sesuatu yang tidak layak,
menjadi orang-orang yang mempunyai jiwa bersih, takwa, dan diridai oleih Allah
SWT.
c.
Melakukan introspeksi
Introspeksi adalah salah satu bentuk perhitungan diri,
dan merupakan alat terpenting bagi manusia dalam memperbaiki
kesalahan-kesalahannya. Bila orang tidak mempunyai penasihat dari dalam
dirinya, maka nasihat apapun tidak bermanfaat baginya. Bila orang tidak mau
menerima kritikan dari nuraninya sendiri, maka ia akan dapat menerimanya dari
orang lain. Dialah yang lebih mengenal dirinya, jauh melebihi siapapun.
Di dalam hadis-hadis Rasulullah saw terdapat kandungan
berikut,"Barang siapa tidak mempunyai penasihat dari dalam dirinya maka
tidak akan bermanfaat baginya semua nasihat."
d.
Menerima kritikan orang lain
Di samping melakukan introspeksi ,
seseorang juga harus mau menerima kritikan yang dilontarkan orang lain. Orang
yang mau menerima kritikan orang lain adalah orang yang memiliki jiwa positif
dan konstruktif. Mau menerima kritikan orang lain adalah pertanda kelapangan
dada, kesabaran, kemampuan mengendalikan diri, ke dalam akal dan hikmah.
Dari
sisi kritik manusia terbagi menjadi dua kelompok:
1.
Orang yang mau menerima kritik
2.
Orang yang lari dan tidak mau menerima
kritik.
Seorang
selayaknya mendidik dirinya untuk dapat menerima kritikan objektif dari orang
lain. Karena pada yang demikian itu terdapat kebesaran jiwa, kelapangan dada,
perbaikan terhadap perbuatan dan tingkah laku, dan kemajuan di medan amal.
Sebaliknya
jika anda hendak mengkritik orang lain, kritiklah dengan kritikan yang
konstruktif, tidak menyakiti, tidak berlebihan, dan tidak didasari oleh hawa
nafsu. Janganlah kritikan yang anda lontarkan menyimpang ataupun melebar dari
pokok persoalan yang sesungguhnya. Susun dan tujukan kritik anda pada sisi yang
jelas.
e.
Menerima kritikan orang lain
Yang
dimaksud dengan tidak puas di sini bukanlah seseorang harus hidup dalam keadaan
gelisah dan tidak tenang, melainkan jangan menjadikan kepuasan sebagai jalan
menuju kelalaian, penyimpangan, dan surut dari kebenaran, dan amal kebajikan.
Merasa
puas dengan diri sendiri bisa membangkitkan rasa ego dan kecintaan terhadap
diri yang berlebihan, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakridaan manusia dan
Allah SWT.
Imam
Ali as berkata: “Orang yang merasa puas dengan dirinya (menyebabkan) banyak
orang marah dan tidak puas terhadapnya.[3]
4. Faktor
Pembentuk Kepribadian
Ada tiga faktor pembentuk kepribadian.
Ali
ra pernah berkata:
كُنْ عِنْدَ اللهِ خَيْرَ النَّاسِ
وَكُنْ عِنْدَ النَّفْسِ شَرَّ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّاسِ رَجُلاً مِنَ
النَّاسِ
1.
Jadilah
manusia paling baik di sisi Allah.
2.
Jadilah
manusia paling buruk dalam pandanganmu
3.
Jadilah
manusia biasa di hadapan orang lain.
Syah Abdul Qadir Al-Jailani berkata: “Bila engkau
bertemu dengan seorang, hendaknya engkau memandang dia itu lebih utama dari
pada dirimu dan katakan dalam hatimu: Bolehk jadi dia lebih baik dari sisi
Allah daripada diriku ini dan lebih tinggi derajatnya.”
Jika dia orang yang lebih kecil dan lebih muda umurnya
dari pada kamu, maka katakanlah dalam hatimu: Boleh jadi orang kecil ini tidak
banyak berbuat dosa, maka tidak diragukan lagi kalau derajat dirinya jauh lebih
baik dariku.
Bila dia orang yang lebih tua, maka hendaknya engkau
mengatakan dalam hati: Orang ini telah lebih dahulu beribadah kepada Allah
daripada diriku.
Jika dia orang yang 'Alim, maka katakanlah dalam
hatimu: Orang ini telah diberi oleh Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih,
telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui apa yang
tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya.
Bila dia orang bodoh, maka katakan dalam hatimup:
Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka
kepada-Nya,padahal aku mengetahuinya. Aku tidak tahu dengan apa umurku akan
Allah akhiri atau dengan apa umur orang bodoh itu akan Allah akhiri (apakah
dengan khusnul khatimah atau dengan su'ul khatimah).
Bila dia orang kafir, maka katakan dalam hatimu: Aku
tidak tahu bisa jadi dia akan masuk islam, lalu menyudahi seluruh amalannya
dengan amal salih, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi kafir, lalu menyudahi
seluruh amalanku dengan amal yang
buruk."
Dalam pandangan islam semua manusia itu sama, tidak
dibeda-bedakan karena status sosial, harta, tahta, keturunan, atau latar
belakang pendidikannya. Manusia yang paling mulia derajatnya di sisi Allah
adalah yang paling tinggi kadar ketakwaannya di antara mereka.
Menurut Moh. Roqib dan Nurfuadi, Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dapat dikelompokkan dalam dua faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal:
1.
Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor
internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis
maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh
keturunan.
2.
Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal
ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang misalnya
keluarga, teman, atau pergaulan.
Untuk menjadi muslim yang berkepribadian utuh, dituntut
kemampuan diri untuk menjadikan iman atau agama sebagai faktor terpenting pada
dirinya, sehingga (dengannya) dapat menghindarkan diri dari berbagai tantangan,
gangguan, dan ancaman serta cobaan hidup dan kehidupan. Untuk itu diperlukan
latihan dan pendidikan yang terus menerus serta pembinaan yang berkepanjangan.[4]
5. Prinsip
Kependirian yang Baik
Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman riwayat at-Turmudzy, tentang
perlunya prinsip kepribadian dalam kehidupan.
عَنْ
خُذْيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م لاَ تَكُوْنُوْا اِمَّعَةً
تَقُوْلُوْنَ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا
وَلَكِنْ وَطِّنُوْا اَنْفُسَكُمْ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ
اَسَاَءُوْا فَلاَ تُظْلِمُوْا (روه الترمدى)
Hudzaifah berkata, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Janganlah kalian menjadi tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika manusia berbuat baik, kamipun berbuat baik, dan jika manusia berbuat dholim, kamipun berbuat dholim; akan tetapi tetaplah pada pendirian kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat baiklah kalian, dan jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian berbuat kejahatan”. (H.R. Turmudzi)[5]
Ada 2 hal yang perlu digaris bawahi dalam hadits
tersebut, yaitu:
1.
Larangan
bagi umat Islam untuk ikut-ikutan, artinya manusia muslim dilarang bersifat
seperti bunglon yang pandai berubah warna dalam setiap situasi.
2.
Perintah
Nabi kepada umat Islam agar mempunyai pendirian (prinsip). Pendirian yang
dimaksud adalah pendirian yang dibangun atas dasar tauhid, yang pada gilirannya
akan menciptakan manusia yang berpribadi, tidak mudah goyah dan tidak mudah
pula terpengaruh.
Manusia yang tidak mempunyai pendirian diibaratkan
seonggok buih di tengah lautan, yang akan bergerak searah gerakan angin yang
menghempasnya. Sifat inilah yang menyebabkan kehancuran umat Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak mengajarkan kepada umatnya
bukan untuk melahirkan sifat kekakuan, sebaliknya keluwesan dalam menghadapi
persoalan bukanlah menjadi indikasi lemahnya prinsip Islam yang dimiliki.
Betapa pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena dapat
menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai Allah SWT. Berpendirian atau
istiqomah berarti teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan
melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam
keadaan apapun.
B.
Pendidikan
Akhlak
1. Pengertian pendidikan akhlak
Menurut Rahmat Djatnika, bahwa pengertian akhlak dapat
dibedakan menjadi dua macam, di antaranya menurut etimologi kata akhlak berasal
dari bahasa Arab (ا خلا ق)
bentuk jamak dari mufrodnya khuluq (خلق),
yang berarti budi pekerti. Sinonimnya adalah etika dan moral. Etika berasal
dari bahasa Latin, etos yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari
bahasa Latin juga, mores yang juga berarti kebiasaan. Sedangkan menurut
terminolog, kata budi pekerti terdiri dari kata “budi” dan “pekerti”. Budi
adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong
oleh pemikiran, rasio yang disebut karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat
pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut dengan behaviour.
Jadi, budi pekerti merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang
bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.
pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai
dasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan
dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa sampai ia menjadi seorang
mukallaf, seseorang yang telah siap mengarungi lautan kehidupan. Ia tumbuh dan
berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk
selalu kuat, ingat bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya,
maka ia akan memiliki potensi dan respon yang instingtif di dalam menerima
setiap keutamaan dan kemuliaan. Di samping terbiasa melakukan akhlak mulia[6]
2. Dasar – dasar pendidikan akhlak
Dasar pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan
al-Hadits, karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran
Islam. Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan
kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak
menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat
manusia. maka selaku umat Islam sebagai penganut Rasulullah SAW sebagai teladan
bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. 33/Al-Ahzab
: 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فىِْ رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ
اْلا خِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
Artinya
‘ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab : 21)
Di dalam hadits juga disebutkan tentang betapa pentingnya akhlak di
dalam kehidupan manusia. Bahkan diutusnya rasul adalah dalam rangka
menyempurnakan akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, bahwa :
عن عبد الله حد ثي أبى
سعيدبن منصور قال : حدثنا عيد العزيز ين محمد عن محمد بن عجلا عن القعقاع بن حكم
عن أبي صالح عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صا.م : انما بعثت لأ تمم صالح
الاخلاق.(رواه احمد)
Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata
: menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ijlan dari Qo’qo’ bin
Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
(H.R.Ahmad)
Berdasarkan hadits tersebut di atas memberikan
pengertian tentang pentingnya pendidikan akhlak dalam kehidupan manusia, di
mana dengan pendidikan akhlak yang diberikan dan disampaikan kepada manusia
tentunya akan menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun
perempuan, memiliki jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar
dan akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan pelaksanaannya,
menghormati hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dan baik, memilih satu
fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela
dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
3. Tujuan pendidikan akhlak
Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi
dua macam[7],
yaitu :
1)
Tujuan Umum
Menurut Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan akhlak
secara umum meliputi;
a) Supaya
dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari
yang buruk, jelek, hina dan tercela.
b) Supaya
perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara
dengan baik dan harmonis.
2)
Tujuan Khusus
Adapun secara spesifik pendidikan akhlak bertujuan :
a) Menumbuhkan
pembentukan kebiasaan berakhlak mulia da beradat kebiasaan yang baik
b) Memantapkan
rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan
membenci akhlak yang rendah.
c) Membiasakan
siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahan menderita dan sabar.
d) Membimbing
siswa ke arah dikap yang sehat dan dapat membantu mereka berinteraksi sosial
yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada
yang lemah, dan menghargai orang lain.
e) Membiasakan
siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
f) Selalu
tekun beribaah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.
4. Ruang lingkup pendidikan akhlak
a.
Akhlak terhadap Allah SWT
1)
Akhlak
kepada Allah karena bentuk ketaatan (kewajiban kepada Allah)
2)
Akhlak
kepada Allah karena bentuk tawadduk kepada Allah (keikhlasan dalam melaksanakan
perintah-Nya).
b.
Akhlak terhadap sesama manusia
1)
Akhlak terhadap Rasulullah
Akhlak karimah kepada Rasulullah adalah taat dan cinta
kepadanya, mentaati Rasulullah berarti melaksanakan segala perintahnya dan
menjauhi larangannya.
2)
Akhlak terhadap orang tua
Wajib bagi umat Islam untuk menghormati kedua orang
tuanya, yaitu dengan berbakti, mentaati perintahnya dan berbuat baik kepada
keluarganya.
3)
Akhlak terhadap guru
Akhlakul karimah kepada guru di antaranya dengan
menghormatinya, berlaku sopan di hadapannya, mematuhi perintah-perintahnya,
baik itu di hadapannya ataupun di belakangnya, karena guru adalah spiritual
father atau bapak rohani bagi seorang murid, yaitu yang memberi santapan
jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya.
4)
Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat
Di antaranya akhlak terhadap tetangga dan masyarakat
adalah saling tolong menolong, saling menghormati, persaudaraan, pemurah,
penyantun, menepati janji, berkata sopan dan berlaku adil.
c.
Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun
benda-benda tidak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an
terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
5. Metode pendidikan akhlak
a. Keteladanan
Metode ini merupakan metode terbaik dalam pendidikan
akhlak. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsisten serta kontinyu, baik
dalam perbuatan maupun budi pekerti yang luhur.
b. Dengan
memberikan tuntunan
Yang dimaksud di sini adalah dengan memberikan hukuman
atas perbuatan anak atau perbuatan orang lain yang berlangsung di hadapannya,
baik itu perbuatan terpuji atau tidak terpuji menurut pandangan al-Qur’an dan
Sunnah.
c. Dengan
kisah-kisah sejarah
Islam memperhatikan kecenderungan alami manusia untuk mendengarkan
kisah-kisah sejarah. Di antaranya adalah kisah-kisah para Nabi, kisah orang
yang durhaka terhadap risalah kenabian serta balasan yang ditimpakan kepada
mereka. al-Qur’an telah menggunakan kisah untuk segala aspek pendidikan
termasuk juga pendidikan akhlak.
d. Memberikan
dorongan dan menanamkan rasa takut (pada Allah)
Tuntunan yang disertai motivasi dan menakut-nakuti
yang disandarkan pada keteladanan yang baik mendorong anak untuk menyerap
perbuatan-perbuatan terpuji, bahkan akan menjadi perwatakannya.
e. Memupuk
hati nurani
Pendidikan akhlak tidak dapat mencapai sasarannya
tanpa disertai pemupukan hati nurani yang merupakan kekuatan dari dalam
manusia, yang dapat menilai baik buruk suatu perbuatan. Bila hati nurani
merasakan senang terhadap perbuatan tersebut, dia akan merespon dengan baik,
bila hati nurani merasakan sakit dan menyesal terhadap suatu perbuatan, ia pun
akan merespon dengan buruk.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Pendidikan
kepribadian adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk melatih dan
mendidik kepribadian, atau karakter seseorang.
Ø Ciri-ciri Kepribadian yang teguh: Memelihara
lidah dari menggunjing orang lain, Menjauhi buruk sangka, Menjauhkan diri dari
memperolok-olokkan orang lain, Menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan, Kejujuran
lidah, Menafkahkan harta pada jalan Allah, Jangan boros, Janganlah ingin
diunggul-unggulkan maupun dibesarkan dirinya, Memelihara shalat lima waktu, Teguh hati dalam menganut Aswaja.
Ø Metode meraih pribadi yang baik: Mementingkan pendidikan
rohani, Menghitung diri dan mengawasi segala perbuatan, Melakukan introspeksi, Menerima
kritikan orang lain, Jangan merasa
puas dengan diri pribadi.
Ø Faktor
pembentuk kepribadian:
-
Menurut Ali r.a.: Jadilah
manusia paling baik di sisi Allah., Jadilah manusia paling buruk dalam
pandanganmu, Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.
-
Menurut
Moh. Roqib dan Nurfuadi: faktor
internal dan eksternal.
Prinsip Kependirian yang Baik: Larangan bagi umat Islam untuk ikut-ikutan, Perintah Nabi kepada umat Islam agar
mempunyai pendirian (prinsip).
Ø
Pendidikan
akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai,
tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa
sampai ia menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap mengarungi lautan
kehidupan.
Ø
Dasar
pendidikan akhlak adalah al-Qur’an dan al-Hadits, karena akhlak merupakan
sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam.
Ø Tujuan
pendidikan akhlak secara umum maupun khusus adalah agar manusia mempunyai
akhlak yang baik dan sesui dengan aaran islam.
Ø Ruang
lingkup pendidikan akhlak: Akhlak terhadap Allah SWT, sesama manusia, dan terhadap
lingkungan
Ø Metode
pendidikan akhlak: Keteladanan,
Dengan memberikan tuntunan,
Dengan kisah-kisah sejarah,
Memberikan dorongan dan
menanamkan rasa takut (pada Allah), Memupuk hati nurani.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa masih
banyak kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan, literature dan lain sebagainya, oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Santhut,
Khatib. 1998. Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl
al-Muslim. terj. Ibnu Burdah. Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan
Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim. Yogyakarta: Mitra Pustaka., hlm 85-95
Al-Musawi, Khalil.
2002. Bagaimana Mengembangkan Kepribadian Anda. Jakarta: Lentera.
Raharjo, dkk.
1999. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Roqib, Mohammad dan Nurfuadi. 2009. Kepribadian Guru. Purwokerto:
STAIN Purwokerto Press
Sitanggal, Anshory Umar. 1991. Terjemah Durratun Nashihin.
Semarang: CV.Asy Syifa’
Sujanto, Agus. 2006. Psikologi
Kepribadian. Semarang: Bumi Akasara
Tirmidzi.2005. Sunan Tirmidzi. Kairo: Daarul Hadits
Thoha, Chabib, Saifudin Zuhri, dkk. 1999. Metodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Zariah, Nur. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan.
Jakarta: PT. Bumi Aksara
[1] Nur Zariah, Pendidikan
Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2007, Hlm.143
[2]Anshory Umar
Sitanggal, Terjemah Durratun Nashihin,
Semarang: CV Asy Syifa’, 1991, hlm.294-296.
[5]
Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kairo: Daarul Hadits, 2005, hlm.89
[6]
Raharjo, dkk., Pemikiran
Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999 , hlm. 63
[7]Chabib Thoha, Saifudin Zuhri, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, Fakultas
Tarbiyah,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999, hlm.136
[8]
Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait fi Tarbiyah
ath-Thifl al-Muslim, terj. Ibnu Burdah, “Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga
Muslim, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 1998, hlm 85-95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar